Dalam hidup kita harus mengambil beberapa keputusan yang memiliki dampak besar terhadap kehidupan kita selanjutnya, contohnya adalah tempat sekolah/kuliah, menikah, tempat kerja, dan keputusan untuk membeli tempat tinggal. Pembelian properti pertama ini adalah keputusan yang berani dan krusial, bahkan ada reality show di Kanada berjudul “Property Virgin”. Acara tersebut berkisah tentang seorang broker properti yang memberikan petunjuk kepada pasangan muda yang sedang mencari properti pertama mereka.
Lalu timbul pertanyaan dari benak saya, apakah memang kita harus membeli properti, atau dalam hal ini adalah rumah tinggal? Apakah kita harus terjerat dalam hutang belasan tahun yang tak kunjung usai? Saya melakukan perhitungan kecil-kecilan.
Saya mulai dari biaya sewa. Biaya yang kita keluarkan untuk menyewa properti secara umum adalah 3–5% dari nilai jual rumah, bahkan lebih rendah. Beberapa rekan menyewa properti hunian senilai 1 milyar atau lebih hanya dengan 25 juta rupiah per tahun. Misalnya dengan tarif tersebut dan terdapat kenaikan 10 persen per tahun selama 15 tahun, maka total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar 794 juta.
Nilai tersebut jauh lebih rendah daripada apabila kita harus membeli dengan cara KPR, yang pertama kita harus menyiapkan uang muka minimal 10%, yaitu sebesar 100 juta rupiah. Dengan asumsi floating rate normal KPR perbankan sebesar 11% per tahun dengan utang 900 juta selama 15 tahun, maka muncul angka cicilan sebesar 10,229 juta rupiah per bulan. Selama 15 tahun maka uang yang dibayar total adalah sebesar 1,841 milyar rupiah, yaitu dua kali lipat dari pokok utang ditambah uang muka.
Tapi akhirnya kan saya dapat aset berupa properti hunian?
Betul sekali, dengan asumsi kenaikan harga rumah 10% per tahun, maka harga rumah tersebut menjadi 3,797 milyar rupiah 15 tahun kemudian.
Berarti saya ga rugi dong? Kalo sewa saya ga punya rumah sampai sekarang
Betul namun kita harus membandingkan selisih antara cicilan dan biaya sewa, selisih pada tahun awal adalah 8 juta lebih per bulan hingga pada tahun tahun akhir tinggal 2 jutaan, namun setelah dihitung apabila selisih tersebut diinvestasikan selama 15 tahun pada reksadana saham dengan asumsi return 12% per tahun (CAGR indek IHSG 2003–2018 adalah 19%) maka nilai uang tersebut menjadi 4,155 milyar rupiah. Yaitu masih lebih tinggi daripada nilai rumah pada perhitungan sebelumnya. Sehingga kesimpulannya apabila menurut perhitungan dengan keadaan di atas maka sewa terlebih dahulu lalu membeli rumah lebih menguntungkan.
Tentu perhitungan tersebut berlaku dengan asumsi-asumsi tersebut di atas dan negara dalam keadaan normal. Apabila asumsi berubah maka hasil perhitungan dapat berupah pula.
Kekurangan metode ini adalah tidak memperhitungkan perilaku ekonomi dan konsumsi masyarakat. Dalam perhitungan ini selisih antara biaya sewa dengan cicilan diinvestasikan ke reksadana saham, sedangkan biasanya masyarakat apabila mempunyai disposable income digunakan untuk membeli barang barang konsumtif. Selain itu juga belum diperhitungkan biaya kepemilikan rumah seperti pajak properti dan biaya pemeliharaan rumah.
perhitungan excel kami lampirkan di bawah, dapat anda gunakan untuk mengubah asumsi yang saya gunakan. Ditunggu kritik dan masukannya
file excel:
https://drive.google.com/file/d/1Bnmc4a9Mhh9jPUEPph71E2J58Urp4FAx/view
tulisan asli dapat diakses di
https://medium.com/@devino.rizki/lebih-baik-sewa-atau-beli-rumah-64f1481d704