Indahnya Bisnis Bagi Hasil

Berikut tulisan saya kutip dari harian Investor Daily, isinya bagus sayang tidak dapat ditemukan di internet. Opini berikut ditulis oleh Bpk. Hanif, Dosen dan peneliti pada Kwik Kian Gie School of Business Jakarta.

ilustrasi: Restoran padang

Wikipedia (2012) menyebutkan, jaringan rumah makan Padang tersebar luas hampir di seluruh pelosok Indonesia, bahkan ke luar negeri, mulai dari skala warung kecil hingga restoran mewah. Masih menurut Wikipedia, jaringan rumah makan Padang di daerah sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) saat ini diperkirakan sebanyak 20.000 outlet.

Sebagian besar rumah makan Padang ini menerapkan system bagi hasil, dan dikelola dengan pendekatan budaya Minangkabau yang demokratis. Ini sesuai dengan pepatah Minang barek samo dipikua dan ringan samo dijinjiang (pemilik dan karyawan sama-sama menanggung risiko atas naik dan turunnya laba).

Di seluruh Indonesia, penulis memperkirakan jumlah total rumah makan Padang yang tersebar di kota-kota Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Lombok, Ambon, Irian dan lain-lain, mencapai 50.000 outlet. Dengan estimasi aset rata-rata per outlet Rp 200 juta saja, itu berarti besaran ekonomi rumah makan Padang punya total aset yang dikelola mencapai Rp 10 triliun.

Dengan rata-rata satu outlet mempekerjakan 10 karyawan, itu berarti setengah juta orang tenaga kerja yang bisa diserap di puluhan ribu rumah makan Padang yang ada di negeri ini. Ini sebuah angka yang cukup besar dan menjanjikan untuk aktivitas ekonomi kerakyatan, dengan pengelolaannya menggunakan pendekatan budaya.

Kearifan Lokal

Pada suatu kesempatan penulis mendalami praktik bagi hasil di grup restoran Padang “terkenal” di Jakarta. Grup ini menarik untuk didalami karena rumah makan ini tetap eksis dan berkembang di kota metropolitan justru di tengah kepungan ekonomi berkonsep Barat. Meski saat ini berkembang pula merek-merek waralaba internasional yang telah menyedot devisa negara, grup usaha ini juga tetap bertahan dengan sistemnya sendiri, yaitu bagi hasil. Apa rahasianya sehingga rumah makan ini bisa bertahan dan berkembang di tengah garangnya persaingan usaha?

Grup usaha ini dimulai tahun1973, berawal dengan sebuah gerobak dorong. Setapak demi setapak, seolah menyusun bata demi bata dalam rangka mendirikan satu bangunan, grup usaha ini pun berkembang. Tahun 2012 grup restoran ini telah memiliki lebih kurang belasan outlet milik pribadi, 80an outlet dengan sistim waralaba, tidak kurang 4000 karyawan dengan outlet terbentang di seluruh wilayah Indonesia. Di samping itu pencapaian kinerja di tahun 2012 adalah mendapatkan pengakuan dari pemerintah dengan memperoleh Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI)

Dalam pengelolaannya kelompok usaha ini menerapkan bagi hasil, yaitu karyawan tidak digaji, tetapi kebutuhan pangan mereka ditanggung, yaitu makan tiga kali sehari. Barulah setiap 100 hari kerja dilakukan perhitungan laba rugi. Keuntungan 100 hari ini selanjutnya dibagi 50% untuk pemilik dan 50% untuk karyawan. Meskipun telah mengadopsi sistem waralaba, tetapi yang uniknya mereka masih tetap mempertahankan sistem bagi hasil tadi yaitu tetap 50% untuk karyawan, sementara pemilik merek hanya 15% dan 35% untuk investor.

Keunikan lain, di tingkat pekerja penghasilan dibagi lagi berdasarkan indeks “mato”, semacam indeks kinerja. Umumnya kepala tukang masak dan bagian tukang masak memiliki “mato” yang lebih tinggi dari yang lainnya. Agaknya perlakuan ini berbeda dengan konsep bisnis modern yang memberlakukan para pekerja dapur sebagai bagian dari faktor produksi, di mana upah dan gaji mereka akan diperhitungkan sebagai Cost of Goods Sold setara dengan faktor produksi lainnya, biaya bahan dan overhead. Sementara dalam sistem bagi hasil, pekerja dapur justru lebih “terhormat”, setara dengan pemilik, dan mendapatkan indeks kinerja yang lebih tinggi dari para pekerja yang lain.

Apa pelajaran yang dapat diambil dari praktik bisnis ekonomi kerakyatan yang berdasarkan pada kearifan lokal ini? Sepertinya, tidak sepenuhnya bisnis itu dijalankan dengan cara-cara yang modern, yang cenderung bertujuan memaksimalkan keuntungan untuk para pemilik modal. Kelompok usaha rumah makan Padang, sebagaimana disampaikan oleh pendirinya, dikelola dengan cara-cara “kampung”, tidak melibatkan konsultan, dan tidak menerapkan manajemen modern yang ada di buku teks.

Tata kelola rumah makan Padang didasari nilai-nilai dari kampung halaman, dalam hal ini Minangkabau, yaitu ringan samo dijinjiang barek samo dipikua (ringan sama dijinjing berat sama dipikul). Tujuan bisnis tidak hanya semata memaksimumkan keuntungan untuk para pemilik modal (tujuan ekonomi), tetapi lebih dari itu, yaitu secara relatif lebih meletakkan manusia sebagai hamba Tuhan yang sejajar, tidak hierarkis, dan sebagai manusia merdeka.

Pemilik dan karyawan sama-sama menanggung risiko – fifty-fifty — atas laba atau rugi yang terjadi. Konsekuensinya, semua harus transparan. Inilah perbedaannya dengan bisnis modern. Di organisasi bisnis modern, masalah keuangan sangat dirahasiakan, dan hanya segelinitr elite dalam organisasi perusahaan tersebut yang memiliki akses dan boleh mengetahui “isi perut” perusahaan. Di rumah makan Padang, ada praktik yang menarik , yakni setelah tutup pukul 22.00 malam, secara bersama-sama mereka menghitung hasil penjualan dan pengeluaran pada hari itu. Tidak ada yang dirahasiakan, tidak ada asimetri informasi. Para pekerja juga punya hak untuk mengetahui dan dapat memprediksi berapa yang akan mereke peroleh setelah dilakukan perhitungan nanti setelah 100 hari kerja.

Berbagi Kebahagiaan

Rugikah pemilik rumah makan Padang dengan menajemen “caro-caro kampuang” ini? Ternyata tidak juga. Kenyataannya usaha ini tetap berkembang dan di sisi lain para pekerja juga merasa lebih terhormat. mereka memperoleh penghasilan bervariasi seirama dengan kerja keras dan kreasi mereka. Kalaupun pendapatan usaha rumah makan turun maka pekerja juga dengan ikhlas menerima turunnya penghasilan dan hal ini juga sebuah harga diri yang tinggi yaitu tidak selalu menuntut pemilik dengan naik gaji.

Bagi para pekerja, ada nilai lebih yang mereka peroleh. Yakni kebersamaan-kesetaraan. Lebih dari sekedar berbagi untung, sistem ini juga mencerminkan berbagi kebahagiaan. Belajar dari sistem pengelolaan rumah makan Padang, terbukti juga bahwa tujuan sebuah usaha tidak selalu memaksimalkan profit, self interest dan individualis, melainkan juga memadukan tujuan materi (berbagi laba) dengan tujuan rohani (berbagi kebahagiaan)

6 Komentar

Filed under piece of mind, sightseeing

6 responses to “Indahnya Bisnis Bagi Hasil

  1. Anonim

    Nice writing….
    Memang benar adanya. Bukan hanya rumah makan/restoran padang yang dimaksud diatas saja yang menjalani sistem tersebut. Beberapa rumah makan padang yang pemiliknya malah berasal dari Jawa melakukan sistem ini dan mereka tetap eksis dan memiliki 3 cabang yang tersebar di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.

    Disini diperlukan kejujuran dan menjaga kepercayaan antar pihak.

    • Mungkin seperti inilah yang dimaksud bagi hasil dalam ajaran Islam, bisnis berdasarkan kepercayaan

      Apabila yang memberi dan diberi kepercayaan dapat dipegang janjinya, Insya Allah semuanya akan berjalan lancar

  2. bang saya mau nanya?
    saya ada rencana mau buka usaha di bidang biro jasa,yang punya ide teman baru kenalan saya,dan saya langsung setuju dengan ide dia namun dia menyarankan untuk mengajak teman dia dengan alasan teman dia punya power birokrasi,jadi intinya usaha ini kami join bertiga. saya,teman saya dan temannya teman saya.
    dalam usaha ini saya yang mempasilitasi semua mulai dari tempat,merek perusahaan dan biaya operasional.
    pertanyaan saya : bagaimana cara pembagian hasil yang adil/ideal,karena saya ingin usaha ini berjalan lancar dan tidak ada pihak yang merasa di rugikan..
    demikian pertanyaan singkat ini semoga saya dapat di beri pencerahan
    terima kasih

    • Terima Kasih Mas Amzah telah mampir di blog saya
      Melihat dari yang terlibat ada tiga orang, yang salah duanya adalah teman anda yang baru dan temannya. Mungkin perlu dikaji kembali, apakah anda percaya dengan kedua teman baru anda tersebut, karena kepercayaan dalam bisnis adalah hal yang utama.

      Apabila anda sudah percaya kepada mereka, mungkin bisa dibahas hubungan antara ketiga orang ini bagaimana. Apakah sama-sama sebagai pemilik, sebagai investor – pengusaha, atau sebagai pemilik – karyawan. Tentunya ketiganya mempunyai konsekuensi yang berbeda-beda. Semoga berhasil mas 🙂

  3. Anonim

    Maaf Saya mau tanya juga dong mas…
    saya juga mau merintis sebuah usaha, namun karena keterbatasan waktu (saya PNS) saya berencana mencari orang (teman yg bisa dipercaya) sebagai manager lah saat saya di kantor..bagaimana sebaiknay persentase bagi hasil antara saya manager..dan pekerja/karyawan?.
    Terima kasih informasinya

  4. Ping-balik: Indahnya Bisnis Bagi Hasil | Every Thing I Want To Know

Tinggalkan Balasan ke amzah Batalkan balasan